Sunday, October 1, 2023

KPU Akan Diskusikan Putusan MA Soal Eks Koruptor Nyaleg

 KPU Akan Diskusikan Putusan MA Soal Eks Koruptor Nyaleg

 

Jakarta, rakyatindonesia.com – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil atau judicial review terhadap Pasal 11 ayat 6 PKPU Nomor 10 tahun 2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU No 11 Tahun 2023 yang diajukan Indonesian Corruption Watch (ICW) dkk. KPU mengatakan pihaknya akan mempelajari putusan MA tersebut.

"Kami akan pelajari putusan tersebut," ujar Afif saat dihubungi, Sabtu (30/9/2023)

Tidak hanya itu, Afif mengatakan pihaknya juga telah menjadwalkan diskusi bersama para pakar untuk menindak lanjuti putusan tersebut.

"Rencana minggu depan (Senin) kami akan diskusikan dengan para pakar terkait," kata Afif.

Dihubungi terpisah, Komisioner KPU Idham Holik mengatakan sampai saat ini KPU belum menerima salinan putusan MA.

"Sampai tanggal 30 September 2023, KPU belum menerima salinan Putusan MK No. 28 P/HUM/2023 tersebut," ujar Idham.

Idham lantas menjelaskan, dalam merumuskan PKPU Pasal 11 ayat 6 PKPU No 10 Tahun 2023 pihaknya merujuk pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi. Dimana dalam pertimbangan tersebut dituliskan, berlaku untuk jabatan-jabatan publik yang dipilih sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.

"Dalam KPU merumuskan Pasal 11 ayat 6 PKPU No. 10 Tahun 2023 merujuk pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi pada angka [3.12.2] khususnya pada halaman 29 dalam Putusan MK No. 87/PUU-XX/202," kata Idham.

Tidak hanya itu, Idham juga menyinggung norma atau ketentuan yang terdapat dalam Pasal 76 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2023. Menurutnya, dalam pasak itu, permohonan pengujian diajukan paling lambat 30 hari sejak PKPU diundangkan.

"Kami tegaskan bawa Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 dan Peraturan KPU No. 11 Tahun 2023 ditetapkan pada 17 April 2023 dan diundangkan pada 18 April 2023," tuturnya.

Putusan MA soal Eks Koruptor Nyaleg
Sebelumnya, MA mengabukan permohonan ICW dkk. MA berpendapat alasan Pemohon menggugat pasal-pasal kontroversial terkait masa jeda mantan narapidana korupsi untuk maju di Pilkada itu dapat dibenarkan.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon: 1. Indonesia Corruption Watch (ICW), 2. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), 3. Saut Situmorang dan 4. Abraham Samad untuk seluruhnya," demikian bunyi amar putusan MA dalam perkara Nomor 28 P/HUM/2023, berdasarkan keterangan tertulis, Jumat (29/9/2023).

MA juga menyatakan Pasal 11 ayat (6) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022. Berikut bunyi Pasal 11 ayat 5 dan 6 tersebut:

Pasal 11

5. Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pengajuan Bakal Calon.

6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.

Selain itu, MA juga menyatakan Pasal 18 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023. Berikut bunyi Pasal 18:

Pasal 18

(1) Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pendaftaran bakal calon.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik

"Dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum," lanjut MA.

MA juga meminta Termohon, yakni Ketua KPU, untuk mencabut Pasal 11 ayat 6 PKPU No 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU No 11 Tahun 2023. Selain itu, MA juga menyatakan seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh Termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan pasal-pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

Dalam pendapatnya, MA menilai guna memperoleh wakil rakyat yang berintegritas maka diperlukan syarat-syarat yang ketat terhadap proses pencalonan, sehingga warga negara yang mempunyai hak pilih disediakan calon-calon yang berintegritas tinggi untuk dipilih oleh Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara.

Namun, menurut MA, dua pasal yang diuji materikan itu justru memberikan kelonggaran syarat pencalonan bagi mantan terpidana (yang diancam pidana 5 tahun atau lebih) dari yang seharusnya sudah diatur pada Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 juncto Nomor 12/PUU-XXI/2023.

"Bahwa objek permohonan hak uji materiil (HUM) menunjukkan kurangnya komitmen dan semangat pemberantasan korupsi, dimana semangat penjatuhan hukuman pada putusan tindak pidana korupsi telah diperberat dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik, oleh karenanya objek hak uji materiil harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku umum," lanjut MA. (red.IY)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved