rakyatindonesia.com - Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, Jawa Timur – Desa Donganti kembali menjadi sorotan publik dengan adanya dua kasus besar yang melibatkan dugaan praktik tidak sesuai aturan dalam pengisian perangkat desa dan penyimpangan penggunaan Dana Bantuan Keuangan Khusus (BK) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Kasus pertama menyangkut pengisian dua posisi perangkat desa di Desa Donganti, yaitu Kepala Urusan Perencanaan dan Kepala Seksi Kesejahteraan dan Pelayanan. Calon perangkat desa untuk mengisi posisi-posisi ini diduga diwajibkan membayar sejumlah uang yang berkisar antara puluhan hingga ratusan juta rupiah. Dugaan pengisian jabatan dengan cara bayar ini mengarah pada praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang memicu kekhawatiran akan adanya penyalahgunaan wewenang di tingkat desa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pada Pasal 20, disebutkan bahwa pengisian perangkat desa harus dilakukan melalui mekanisme yang adil dan transparan. Selain itu, Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa juga menegaskan bahwa pengisian perangkat desa dilakukan melalui seleksi yang objektif tanpa melibatkan biaya yang tidak wajar. Oleh karena itu, jika benar terdapat praktik jual beli jabatan, hal ini jelas melanggar ketentuan perundang-undangan yang ada dan dapat berpotensi menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam praktik tersebut dengan sanksi pidana.
Kasus kedua yang melibatkan Desa Donganti adalah dugaan penyimpangan penggunaan Dana Bantuan Keuangan Khusus (BK) Provinsi Jawa Timur. Pada Tahun Anggaran 2024, Desa Donganti menerima anggaran sebesar Rp 150.000.000,- yang diduga digunakan untuk pembangunan pagar makam desa. Namun, menurut informasi yang beredar, pengerjaan proyek ini tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, dan lebih parah lagi, dana tersebut diduga disalahgunakan untuk tujuan yang tidak transparan.
Ketua Umum Organisasi Kemasyarakatan Pejuang Gerakan Masyarakat Arus Bawah Nusantara (Gemah Nusantara), B. Soesilo, menyatakan bahwa regulasi yang mengatur penggunaan anggaran desa harus dipatuhi oleh seluruh pihak. “Kami akan bersurat kepada pihak berwenang agar masalah ini segera diselidiki dan diusut tuntas, agar bisa menjadi pelajaran bahwa aturan bukanlah sesuatu yang boleh diabaikan,” ujar Soesilo.
Berdasarkan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, setiap proyek pembangunan yang menggunakan dana desa wajib melibatkan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Namun, dugaan yang beredar menyebut bahwa proyek pembangunan pagar makam desa justru diserahkan kepada pihak ketiga, yang melanggar ketentuan yang ada. Selain itu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah juga mengatur bahwa anggaran di bawah Rp 200.000.000,- harus dilaksanakan dengan metode swakelola, tetapi Desa Donganti justru menyerahkan pekerjaan kepada pihak ketiga.
Berdasarkan temuan di lapangan, beberapa potensi pelanggaran yang ditemukan adalah pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Desa PDTT, dimana Desa Donganti diduga tidak membentuk Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) untuk proyek pembangunan pagar makam desa. Selain itu, pelanggaran terhadap Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 juga terindikasi karena kontrak dengan pihak ketiga dilakukan meskipun aturan mewajibkan penggunaan metode swakelola untuk anggaran di bawah Rp 200.000.000,-. Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan wewenang atau penggelapan dana, pihak yang terlibat bisa dijerat dengan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seiring dengan laporan yang berkembang, masyarakat Desa Donganti menyampaikan beberapa tuntutan terkait kedua kasus tersebut. Masyarakat menuntut agar proses investigasi dilakukan dengan akuntabilitas dan transparansi penuh. Jika ditemukan pelanggaran hukum, warga meminta agar pihak berwenang mengambil langkah tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, jika ditemukan adanya penyelewengan, anggaran yang tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya harus dikembalikan ke kas desa. Warga juga mendesak agar masyarakat lebih dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait penggunaan dana desa.
Masyarakat dan organisasi kemasyarakatan mengharapkan agar Inspektorat Kabupaten Kediri, Kejaksaan Negeri Kediri, serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia segera turun tangan melakukan audit investigasi untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Jika terbukti ada unsur pidana, maka sanksi tegas sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku harus diberikan kepada pihak yang bertanggung jawab.
Kasus ini menjadi perhatian publik, tidak hanya karena dugaan penyimpangan dana desa dan pengisian perangkat desa yang tidak transparan, tetapi juga sebagai ujian bagi sistem pengawasan pemerintahan desa agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.(red.u)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram