KEDIRI, rakyatindonesia.com– Langkah maju dilakukan para petani cabai di Kabupaten Kediri. Mereka kini tak lagi menyerahkan nasib harga panen kepada tengkulak. Melalui pola kemitraan bersama Pasar Sayur Induk Pare dan Asosiasi Petani Cabai Indonesia (APCI) Kabupaten Kediri, jalur distribusi menjadi lebih transparan dan berpihak pada petani.
Kemitraan ini dinilai sebagai strategi jitu untuk menstabilkan harga sekaligus memastikan hasil panen petani terserap maksimal. Para petani juga lebih leluasa mengatur pola tanam dan waktu distribusi, sehingga risiko panen serempak yang memicu anjloknya harga dapat ditekan.
“Dulu petani sering rugi karena harga ditentukan sepihak. Sekarang kami bisa tahu ke mana cabai kami akan dijual, dan dengan harga berapa,” ungkap Suyono, Ketua APCI Kabupaten Kediri, Senin (16/6/2025).
Pasar Pare Jadi Jantung Distribusi
Pasar Sayur Induk Pare menjadi titik utama distribusi cabai dari Kediri. Lebih dari 30 pedagang aktif menjual hasil panen petani yang dikirim oleh para pengepul. Salah satu keunggulan dari sistem ini adalah efisiensi biaya kirim karena hasil panen cukup dikumpulkan oleh pengepul lokal sebelum dijual ke pasar.
“Skema ini lebih hemat ongkos dan memberi petani jaminan hasil panen terserap. Bahkan pembayaran dilakukan setelah dagangan laku,” jelas Mat Yatin, Koordinator Pasar Pare.
Diketahui, luas lahan cabai di Kediri mencapai 3.000 hektare dengan produksi mencapai 23 ton per hari. Sementara konsumsi lokal hanya menyerap sekitar 7 ton, sisanya dikirim ke luar daerah seperti Jabodetabek, bahkan untuk kebutuhan industri makanan skala besar.
Harga Stabil, Petani Tidak Lagi Galau
Pola kemitraan juga memberi efek positif pada stabilitas harga. Berdasarkan data terbaru APCI, harga cabai rawit merah (CRM) turun tipis dari Rp30.000 menjadi Rp28.000/kg. Sementara jenis CMB (Cabai Merah Besar) dan CMK (Cabai Merah Keriting) mengalami kenaikan signifikan, masing-masing mencapai Rp37.000 dan Rp33.000/kg.
“Naiknya harga CMB dan CMK karena permintaan industri meningkat. Sekarang kami kirim 5 ton CMB ke industri dan 2 ton ke Jabodetabek,” ujar Suyono.
Pengiriman ke Kalimantan sempat dihentikan sementara karena stok dari Sulawesi Selatan mencukupi. Ini menunjukkan sistem pasok cabai kini lebih terencana dan fleksibel mengikuti dinamika pasar.
Kelompok Tani Pegang Kendali
Salah satu transformasi penting adalah peran aktif kelompok tani dalam menentukan jadwal tanam dan panen. Hal ini mencegah pasokan berlebih di waktu bersamaan yang bisa menekan harga di pasaran.
“Dulu tanamnya bareng-bareng, panennya juga bareng. Akhirnya cabai banjir di pasar, harga anjlok. Sekarang kita atur, supaya lebih seimbang,” ujar Suyono.
Dukungan Infrastruktur Sangat Diperlukan
Meski sistem baru ini mulai menunjukkan hasil positif, Suyono menegaskan perlunya dukungan infrastruktur, seperti cold storage, agar hasil panen dapat disimpan ketika harga rendah dan dijual saat harga tinggi.
“Kita butuh dukungan pemerintah. Bukan hanya soal harga, tapi juga fasilitas penyimpanan agar petani punya posisi tawar,” tegasnya.
Langkah ini juga disebut mampu mengurangi peran tengkulak, yang selama ini kerap mengambil margin besar dan membuat petani merugi. Kini, dengan jalur distribusi yang lebih sehat, petani mendapat keuntungan lebih layak dan masyarakat tetap bisa membeli cabai dengan harga wajar.
“Ini bukan hanya soal harga, tapi soal keberlanjutan. Petani harus bisa hidup sejahtera, dan pasar tetap terjaga,” pungkas Suyono. (red:a)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram