Thursday, August 3, 2023

Musim Kemarau, Dua Desa di Jombang Rentan Kekeringan

 

Jombang, rakyatindonesia.com - rentan kekeringan. Meskipun jumlah desa yang terkena dampak ini mengalami penurunan drastis dibandingkan beberapa tahun sebelumnya yang mencapai belasan desa.


Dua desa yang rawan kekeringan adalah Desa Marmoyo, Kecamatan Kabuh, dan Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jombang, Syamsul Bahri, pada Kamis (3/8/2023).


Meskipun berpotensi mengalami kekeringan, hingga saat ini dua wilayah tersebut belum mengajukan permohonan droping air bersih. Artinya, situasi di kawasan tersebut masih terkendali. “Kami mengimbau agar desa-desa yang kekurangan pasokan air bersih untuk segera mengajukan permintaan ke BPBD,” tambah Syamsul.


Syamsul menjelaskan bahwa desa-desa yang mengalami krisis air bersih dapat mengajukan bantuan kepada BPBD setempat. Caranya, kepala desa harus membuat surat permohonan droping air bersih yang menyertakan daftar keluarga yang terdampak.


Setelah itu, BPBD akan menindaklanjuti permohonan tersebut dengan mengirimkan bantuan air bersih yang layak untuk dikonsumsi oleh daerah yang membutuhkan. “Hingga saat ini, belum ada desa yang mengajukan permohonan tersebut,” ujar Syamsul.

Sopir Truk Tebu di Jombang Meninggal Setelah Tabrak Kendaraan Parkir

 


Jombang, rakyatindonesia.com - Seorang sopir truk muatan tebu bernama Supriadi (51) meninggal secara tragis setelah menabrak kendaraan yang sedang parkir di Jalan Raya Dusun Sukotirto, Desa Badang, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada Kamis (3/8/2023) sekitar pukul 09.00 WIB.


Bandi (53), salah satu saksi mata, menceritakan bahwa kecelakaan terjadi ketika truk dengan nomor polisi S-9904-UP yang dikemudikan oleh Supriadi, warga Desa Gajah, Kecamatan Ngoro, sedang melaju dari timur ke barat. Mendekati lokasi kejadian, truk tersebut tiba-tiba oleng ke arah kiri.


Akibatnya, truk tebu menabrak truk tronton dengan nomor polisi S-8606-UZ yang dikemudikan oleh Parmiadi Wibowo (48), warga Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro. Truk tronton itu sedang parkir untuk menambal ban. Karena jarak sudah terlalu dekat, kecelakaan tidak dapat dihindari.


Truk tebu menghantam truk tronton yang sedang parkir dengan keras. Sopir truk tebu terjepit dalam kejadian itu. Truk parkir juga terdorong ke belakang, mengakibatkan tukang tambal ban bernama Huda (25), warga Desa Brudu, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, mengalami luka-luka dan dirawat di RSUD Jombang.


Kanit Gakkum Satlantas Polres Jombang, Ipda Anang Setyanto, membenarkan peristiwa tersebut. Pihak kepolisian telah melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara). Saat ini, petugas kepolisian sedang menyelidiki untuk mengetahui secara pasti penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.


“Satu orang meninggal dunia dan satu orang terluka. Kami masih dalam tahap penyelidikan untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan ini. Kami mengimbau masyarakat agar selalu mematuhi aturan lalu lintas guna mengurangi angka kecelakaan,” ungkap Anang.

Sengketa Tanah Weru Lamongan, Kades: Kami Tak Jual Aset

 


Lamongan, rakyatindonesia.com - Usai digeruduk oleh warganya, kini Kepala Desa (Kades) Weru, Syaiful Islam, angkat bicara. Dia mengaku bahwa tuduhan yang dilayangkan kepada dirinya itu tidak benar.


Diketahui, polemik di Desa Weru, Kecamatan Paciran, Lamongan ini berawal dari tanah bibir pantai yang mengalami perluasan secara alamiah karena sedimentasi. Tanah yang meliputi bagian barat dan timur masjid desa itu kemudian diperjualbelikan untuk kepentingan pembangunan breakwater.


Tanah yang berada di wilayah barat, setidaknya sudah terjual belasan kapling, dan beberapa di antaranya sudah didirikan bangunan pribadi. Sedangkan untuk wilayah timur, belum terjual dan statusnya sekarang masih dipersengketakan, bahkan juga dibatalkan.


Usut punya usut, dana hasil penjualan tanah bibir pantai itu dikelola oleh pihak panitia, Pokmas Sari Mustika, yang dibentuk oleh Pemdes setempat, sesuai kesepakatan awal pada sekitar bulan November 2022 lalu. Akan tetapi, pihak panitia justru tidak tahu menahu kemana aliran dana bermuara.


Terbaru, warga Desa Weru yang tergabung dalam Paguyuban Nelayan mendesak agar jual beli tanah bibir pantai itu segera dibatalkan, khususnya wilayah timur masjid. Mereka memasang sejumlah spanduk di beberapa titik desa sebagai bentuk aksi protes.


Mereka menilai, tanah itu merupakan aset atau tanah kas desa yang dilarang untuk dijual. Selain itu, mereka juga menuding bahwa aliran dana hasil penjualan tidak transparan dan dimanfaatkan oleh kepentingan Kades Weru sendiri.


Mereka juga menyebut, mekanisme akad jual beli carut marut, tak ada kwitansi resmi dan merugikan pihak pembeli karena hanya berujung pada sumbangan.


Oleh sebab itu, mereka mendesak agar uang tersebut segera dikembalikan kepada para pembeli. Beberapa orang dari mereka bahkan mengancam akan membawa kasus ini ke ranah hukum apabila tuntutan mereka tak dipenuhi oleh Kades.


Menanggapi hal ini, Kades Syaiful mengungkapkan bahwa tuduhan yang dilayangkan kepada dirinya selama ini tidak benar. Dia menyebut, pembangunan breakwater ini dilakukan atas desakan dan dorongan dari warganya sendiri beserta tokoh masyarakat setempat.


“Kami perangkat desa tidak pernah menjual aset desa. Awal kegiatan (usulan menjual tanah untuk breakwater) ini, saya selaku Kades, sebenarnya sudah saya tolak. Cuma setelah banyak yang mendesak, akhirnya diadakan Musdes (musyawarah desa),” ungkap Syaiful, saat dihubungi, Kamis (3/8/2023).


Sesuai hasil Musdes, kata Syaiful, ternyata masyarakat bersepakat dan ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia pengelola dana. Kesepakatan itu berbunyi, bagi siapapun yang menyumbang dana untuk pembangunan breakwater, maka berhak untuk menempati tanah yang dimaksud.


“Akhirnya saya bentuk panitia, dengan ada beberapa poin. Pertama, perangkat tak boleh masuk kepanitiaan. Kedua, uangnya gak ada dalam pemerintahan desa, jadi semuanya full dalam kepanitiaan,” bebernya.


Menurut Syaiful, setelah kegiatan ini berjalan, muncul permintaan agar tanah bibir pantai di timur masjid turut diplot. Pasalnya, ada keinginan dari warga untuk perubahan pembuatan breakwater, yakni dari yang sebelumnya breakwater melingkar dari barat ke timur, dirubah terpisah, barat sendiri dan timur sendiri.


“Ternyata ada permintaan lagi, agar akad tanah timur masjid digagalkan, itu pun sudah diiyakan, dengan ketentuan nanti para donatur yang sudah terkumpul sekitar 960 sekian juta itu dikembalikan uangnya, monggo saja, pihak panitia juga tidak keberatan,” papar Syaiful.


“Karena apa? Karena pihak panitia itu sudah menitipkan uang ke pihak kontraktor sebesar Rp2,045 miliar, sementara kontrak yang pertama itu Rp1,5 miliar rupiah, itu pun belum selesai. Jadi kalau nanti kontrak yang pertama distop, tidak dilanjut dengan kontrak berikutnya, maka Rp2,045 miliar Rp1,5 miliar kan ada uang Rp545 juta di pihak kontraktor. Itu diminta juga nggak apa-apa,” tambahnya.


Berdasarkan informasi yang dihimpun, kontraktor yang dimaksud adalah seorang pengusaha dari Desa Tlogosadang, Kecamatan Paciran. Kontraktor itu merupakan penyedia batu yang akan digunakan untuk pembangunan breakwater.


“Ditambah lagi untuk wilayah barat masjid, itu orang-orang kan nyicil, sebagian besar belum lunas, kalau orang-orang itu lunas maka ada uang sekitar Rp600-an juta. Terus ada lagi 7 bidang tanah yang karena ditakut-takuti masih belum ada peminatnya, itu per bidangnya rata-rata Rp100-an juta. Jadi cukup jika harus dikembalikan, gak ada masalah,” tuturnya.


Syaiful menegaskan, status tanah di bibir pantai yang diperdebatkan itu bukanlah aset atau tanah kas desa. Hal itu lantaran tanah itu belum masuk ke dalam peta blog desa.


“Sudah dijelaskan Bapenda, itu semuanya murni tanah negara atau tanah GG, karena di dalam ‘rincek’ atau peta blog desanya belum muncul, belum ada namanya, itu tanah oloran atau tanah timbul. Jadi sebenarnya permasalahan ini clear,” tandasnya.


Lebih lanjut, Syaiful menyesalkan sikap arogan masyarakat saat menggeruduk balai desa. Selain itu, sambung Syaiful, pertemuan pada malam itu pun tidak terlebih dahulu dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihaknya secara baik.


“Pertemuan kemarin tidak koordinasi dan dipenuhi orang-orang yang memunculkan amarah dan egonya masing-masing, jadi ya seperti itu. Saya faham ada kepentingan siapa di balik para pendemo,” tukasnya.


Terakhir, saat ditanya bagaimana sikap yang diambil jika dirinya dilaporkan dan dituntut secara hukum, Kades Syaiful siap menghadapi resiko tersebut. Dia menilai, apa yang sudah dilakukannya sudah benar dan demi kepentingan masyarakatnya.


“Ya (jika dilaporkan) itu hak mereka. Musdes sudah kita lakukan. Kok malah diduga menggelapkan uang, padahal laporan keuangannya sudah jelas,” pungkasnya.


(Red*tim) 

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved