Minggu, 01 September 2024

Kenali 13 Karya Budaya Jatim yang Menjadi Warisan Budaya Takbenda 2024

Kenali 13 Karya Budaya Jatim yang Menjadi Warisan Budaya Takbenda 2024

 



Surabaya, rakyatindonesia.com  - Kekayaan budaya Jawa Timur (Jatim) kembali mendapat pengakuan nasional. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) baru saja menetapkan 13 karya budaya dari Jatim sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTbI) tahun 2024.

Penetapan ini merupakan bentuk apresiasi dan upaya pelestarian terhadap kearifan lokal yang telah lama hidup di tengah masyarakat Jatim. Dengan penetapan 13 karya budaya ini, maka total sudah 100+ budaya Jatim masuk dalam WBTbI.

Budaya Jatim Jadi WBTbI 2024
Berikut 13 karya budaya Jawa Timur yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda 2024. Yuk, mengenal budaya-budaya Jatim yang telah ditetapkan sebagai WBTb 2024.

1. Bahasa Madura
Bahasa Madura merupakan salah satu bahasa tradisional dari Suku Madura yang berasal dan tinggal di Pulau Madura. Walaupun berdekatan dengan Pulau Jawa, bahasa Madura sangat jauh berbeda dengan bahasa Jawa.

Selain memiliki kosa kata unik, bahasa Madura juga memiliki dialek tersendiri. Sehingga, pemula dari luar Madura sering kesulitan dan perlu pembiasaan ketika mempelajari bahasa Madura.

2. Kerupuk Abang Ijo (Kabupaten Bojonegoro)
Kabupaten Bojonegoro sangat identik dengan oleh-oleh kerupuk abang ijo atau 'Bang Jo'. Kerupuk ini juga sering dinamakan Krupuk Klenteng, lantaran tempatnya terletak tidak jauh dari Klenteng Hok Swie Bio. Tempat ibadah Tri Dharma.

Sama seperti kerupuk pada umumnya, bahan dasar kerupuk menggunakan tepung tapioka, tepung terigu, dan pewarna makanan. Kemudian, ditambah bahan racikan warisan keluarga. Pelanggan bisa membeli kerupuk tersebut dengan berbagai pilihan harga tergantung ukuran kemasan.

3. Ampo Tuban (Kabupaten Tuban)
Ampo merupakan makanan ringan atau camilan unik karena terbuat dari tanah liat. Bentuknya bulat memanjang seperti stik, namun kecil dan tipis. Warnanya hitam legam.

Ampo terbuat dari tanah liat murni tanpa campuran apapun. Jajanan ini dianggap menyehatkan oleh masyarakat setempat. Bahkan, sebagian orang menjadikan ampo sebagai camilan wajib sore hari, disandingkan dengan teh atau kopi hangat.

Ampo dijual dengan harga yang terjangkau. Yakni Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu per kilogram. Ada yang berupa serutan maupun remukan.

4. Pudak (Kabupaten Gresik)
Pudak merupakan kue camilan yang menjadi khas Gresik. Makanan ini terbuat dari bahan tepung beras, gula pasir/gula Jawa, dan santan kelapa yang dikemas dengan pelepah daun pinang.

Ada tiga rasa macam pada pudak, yakni pudak putih (gula pasir), pudak merah (gula Jawa), dan pudak sagu. Namun, seiring perkembangan jaman, pasar, maka ragam dan rasa pudak pun bertambah.

Di antaranya, pudak pandan yang berwarna hijau dan harum karena campuran sari daun pandan. Pudak sendiri bisa didapatkan di sepanjang Jalan Veteran, Gresik.

5. Dhurung Bawean (Kabupaten Gresik)
Rumah tradisional khas Bawean ini masih ditemukan di daerah Pudakit, Kecamatan Sangkapura. Keunikan rumah tradisional Bawean ditandai adanya dhurung di bagian depan rumah.

Dhurung merupakan balai kecil berukuran sekitar 2×3 meter dan terpisah dari bangunan rumah utama. Fungsinya untuk menerima tamu yang sifatnya non formal atau sekadar duduk-duduk santai, dan beristirahat setelah pulang bekerja serta mengobrol dengan tetangga.

Selain sebagai tempat istirahat, dhurung juga difungsikan sebagai lumbung padi atau hasil panen lainnya yang diletakkan pada bagian atasnya. Jika dilihat sekilas, dhurung ini mirip gazebo pada rumah-rumah moderen saat ini.

6. Krecek Bung (Kabupaten Lumajang)
Kekayaan kuliner Kabupaten Lumajang sebenarnya tidak hanya pisang. Ada juga kuliner Krecek Bung khas Desa Wisata Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.

Krecek Bung berbahan dasar dari tunas pohon bambu yang masih muda. Kemudian diolah dengan bumbu khusus.

Sensasi renyah dari masakan ini yang menjadi favorit bagi banyak orang. Kerecek ini paling enak dimakan langsung usai digoreng atau menjadi teman saat bersantap.

7. Jaranan Jur Ngasinan (Kabupaten Blitar)
Jaranan Jur Ngasinan merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang di Desa Sukorejo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Kesenian Jaranan Jur Ngasinan memiliki keunikan dalam hal fungsi yang disesuaikan kepercayaan masyarakat pendukungnya.

Fungsi Jaranan Jur Ngasinan sebagai sarana ritual, presentasi estetis, sebagai pengikat solidaritas kelompok masyarakat, dan sebagai media pelestarian budaya. Makna kesenian Jaranan Jur Ngasinan terdapat pada gerakan, musik, tata rias dan busana, property, dan pola lantai.

8. Tari Remo Boletan (Kabupaten Jombang)
Tari Remo Boletan berasal dari Jombang. Tarian ini merupakan varian dari Tari Remo, yang merupakan tarian klasik Jawa yang memiliki gerakan yang energik dan bersemangat. Tari Remo sering dipentaskan untuk menyambut tamu penting atau dalam berbagai acara adat dan perayaan.

Tari Remo Boletan merupakan adaptasi lokal yang memadukan elemen-elemen khas Jombang dengan ciri khas Tari Remo. Tarian ini dinamai "Boletan" yang berarti "pecah" dalam bahasa Jawa, merujuk pada karakter dinamis dan intensitas gerakan yang menggambarkan semangat dan keberanian.

9. Penanggalan Tengger (Kabupaten Pasuruan)
Penanggalan Tengger adalah sistem penanggalan tradisional yang digunakan masyarakat Tengger, khususnya mereka yang tinggal di sekitar Gunung Bromo. Sistem penanggalan ini memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dengan penanggalan yang umum digunakan di Indonesia.

Penanggalan Tengger didasarkan pada pergerakan bulan, sehingga panjang bulannya tidak selalu sama seperti kalender Masehi. Satu bulan dalam penanggalan Tengger bisa terdiri dari 29 atau 30 hari. Penanggalan Tengger sangat erat kaitannya dengan siklus alam, seperti musim tanam, musim panen, dan berbagai peristiwa alam lainnya.

10. Roma Tabing Tongkok (Kabupaten Situbondo)
Roma Tabing Tongkok adalah sebuah rumah tradisional. Tabing Tongkok diambil dari bahasa Madura. Tabing artinya dinding dari bambu yang dianyam. Tongkok artinya bertengger. Dalam makna luas 'tabing tongkok' berarti dinding bambu yang bertengger di tanah atau pondasi.

Penyebutan tabing tongkok disematkan karena pada zaman dulu rumah model begini memang gampang dibongkar pasang. Tinggal melepas dindingnya, lantas diangkat empat tiang penyangga utamanya beramai-ramai.

Konsep rumah tabing tongkok cukup sederhana. Hanya terdiri dari ruang tamu terbuka, ruang tengah atau utama, lalu ruang belakang yang biasanya dijadikan dapur.

11. Baritan (Kabupaten Trenggalek)
Upacara Baritan merupakan upacara adat masyarakat Desa Salamwates, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek. Penyelenggaraan upacara adat ini dilaksanakan tiap satu tahun sekali.

Hari dan tanggal penyelenggaraan upacara ditentukan oleh sesepuh (pawang). Pendukung kegiatan upacara adat Baritan ini adalah para petani masyarakat sekitar dengan membawa Rojo Koyo dan perlengkapan sesaji berupa ambeng (nasi putih), longkong dan tali yang dibuat dari bambu yang disebut "dhadhung".

Setelah upacara selesai, dilanjutkan dengan pagelaran pentas kesenianlangen Tayub dan kesenian lain. Tujuan upacara adatBaritan sebagai perwujudan rasa syukur kepada AllahSWT karena masyarakat sekitar sudah diberikan kesehatan, ketenteraman, dan kemakmuran.

12. Bersih Dam Bagong (Kabupaten Trenggalek)
Tradisi Bersih Dam Bagong rutin dilaksanakan warga Kelurahan Ngantru, Kecamatan Trenggalek. Acara ini diselenggarakan para petani yang teraliri air sungai Dam Bagong.

Tradisi tersebut rutin digelar setiap tahunnya dengan ditandai larung kepala kerbau bule di Dam Bagong. Tujuannya untuk mengenang jasa Ki Ageng Menak Sopal yang berhasil membangun pusat irigasi persawahan.

Sebelum dilempar ke dalam dam, terlebih dahulu potongan kepala kerbau dan beberapa bagian tubuh kerbau diarak keliling kampung menuju makam sesepuh Trenggalek, Ki Ageng Menak Sopal, selanjutnya dilakuan berbagai prosesi seremonial.

13. Kupatan Durenan (Kabupaten Trenggalek)
Kupatan Durenan adalah tradisi unik yang telah berlangsung selama berabad-abad di Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Tradisi ini dirayakan pada hari kedelapan setelah Hari Raya Idul Fitri dan menjadi momen spesial bagi masyarakat setempat untuk berkumpul, bersilaturahmi, serta melestarikan warisan budaya leluhur.

Awalnya, tradisi ini hanya dilaksanakan di lingkungan pondok pesantren. Namun seiring berjalannya waktu, semakin banyak masyarakat yang ikut serta merayakannya hingga menjadi tradisi besar yang dikenal di seluruh Kabupaten Trenggalek.

Salah satu ciri khas Kupatan Durenan adalah arak-arakan ketupat yang dilakukan oleh masyarakat. Ribuan ketupat disusun sedemikian rupa dan diarak keliling desa sebagai simbol kebersamaan dan kemakmuran.(Red.AL)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved