Saturday, February 22, 2025

Terungkap di Sidang PN Kota Kediri: Benarkah Ada Intervensi dalam Kasus LSM GERAK?

Terungkap di Sidang PN Kota Kediri: Benarkah Ada Intervensi dalam Kasus LSM GERAK?

 



Kediri, Jatim,  rakyatindonesia.com – Sungguh ironis dan miris kelakuan Kasipidum Kejaksaan Negeri Kota Kediri. Bagaimana tidak, karena merasa memiliki kewenangan dan kekuasaan, dengan mudahnya melakukan diskriminasi terhadap masyarakat yang berperkara. Bukan restorative justice yang dikedepankan, tetapi perkara justru terkesan dipaksakan untuk P21, langsung ditahan, serta disidangkan.

Hal tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri pada 20 Februari 2025. Kronologi perkara ini bermula pada Senin, 23 Desember 2024, sekitar pukul 20.30 WIB. Dua orang, Achmad Maslianto dan Himawan Fendi Laksono, melihat mobil berpelat merah dengan nomor polisi AG 1039 EP dikendarai oleh seorang laki-laki bernama Pradhana Probo Setyoarjo.

Belakangan diketahui bahwa Pradhana Probo adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Kediri. Kedua pelaku, yang kini duduk di kursi terdakwa, berniat bertanya kepada pengemudi, "Stop, stop, berhenti! Saya mau bertanya, apakah boleh kendaraan pelat dinas digunakan untuk keperluan pribadi di luar jam dinas?"

Karena mobil tetap melaju dengan kencang, kedua pelaku tetap mengikuti kendaraan tersebut. Belakangan terungkap bahwa mereka adalah anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK).

Saat di lampu merah, kendaraan dinas tersebut diketuk pada kaca depan sebelah kanan. Namun, bukannya dibuka secara baik-baik, pintu malah dibuka dengan keras hingga menyebabkan kedua pelaku terjatuh. Setelah itu, pengemudi keluar dari mobil sambil membawa senjata api (senpi) dan sempat meletuskan tembakan ke atas satu kali. Karena ketakutan dan refleks, salah seorang anggota LSM GERAK menepis tangan Kajari, sementara satu orang lainnya tetap merekam aksi tersebut.

Karena khawatir akan ditembak, kedua pelaku masuk ke halaman kantor Kodim Kota Kediri dan diamankan oleh beberapa anggota TNI. Selang beberapa lama, anggota Polresta Kediri datang ke lokasi kejadian. Perlu diketahui, di dalam Pos Jaga Kodim tersebut sudah ada upaya perdamaian secara lisan antara kedua belah pihak. Upaya ini juga disaksikan oleh Ketua LSM GERAK, M. Rifai, serta beberapa anggota LSM, TNI, dan polisi dari Polresta Kediri.

Dengan alasan akan dibuatkan perjanjian perdamaian secara tertulis, keduanya dibawa ke Polresta Kediri. "Sudah, Mas. Anda berdua kami bawa ke Polresta Kediri untuk dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Perdamaian," ujar Iptu Hudi, Kanit Resmob Kota Kediri. Malam itu juga, keduanya dibawa ke Polresta Kediri untuk diperiksa. "Besok kalian berdua akan dipulangkan. Sabar ya, ikuti arahan saya. Sekarang bikin video permintaan maaf dulu," ujar kedua terdakwa saat diwawancarai wartawan selepas sidang di PN Kota Kediri.

Namun, setelah membuat video permintaan maaf, pada siang hari berikutnya, keduanya langsung diperiksa sebagai saksi dan kemudian status mereka dinaikkan menjadi tersangka serta langsung ditahan.

Mega, istri dari salah satu terdakwa, kepada wartawan mengungkapkan, "Saya sudah berupaya meminta maaf kepada Kajari, baik dengan datang langsung ke kantornya maupun melalui Ketua LSM GERAK, tetapi selalu diabaikan. Alasannya, Pak Kajari sibuk."

Didi Sungkono, S.H., M.H., dari Lembaga Hukum Rastra Justitia, selaku kuasa hukum kedua terdakwa, angkat bicara. "Menurut saya, ini perkara sepele yang tidak seharusnya masuk persidangan dan berujung pada penahanan. Apalagi kapasitas Lapas Kediri saat ini sangat overload. Dengan kapasitas 325 orang, kini dihuni sekitar 945 warga binaan. Seharusnya, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri melalui Kasipidumnya bersikap ksatria dan menunjukkan kepemimpinan sejati dengan berwelas asih kepada sesama, rakyat, dan masyarakat. Logika hukumnya, siapa yang sebenarnya merasa terancam? Yang membawa senpi atau yang hanya membawa ponsel?"

Selain itu, ada Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Sayangnya, aturan ini diabaikan, dan sikap arogan kekuasaan sangat terlihat. Seharusnya, upaya restorative justice lebih dikedepankan dengan melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat.(Red.AL)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved