Sunday, March 2, 2025

Masjid Menara Kudus, Warisan Sunan Kudus yang Sarat Sejarah

Masjid Menara Kudus, Warisan Sunan Kudus yang Sarat Sejarah

 



Kudus, rakyatindonesia.com  – Masjid Menara Kudus menjadi salah satu bukti nyata sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa. Didirikan oleh Sunan Kudus, masjid ini masih berdiri kokoh di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kudus, dan menjadi destinasi religius yang ramai dikunjungi, baik untuk beribadah maupun berwisata.

Salah satu ciri khas dari masjid ini adalah menara berbentuk mirip candi yang terbuat dari batu bata merah. Di bagian atasnya terdapat beduk, yang berfungsi sebagai penanda masuknya waktu salat. Arsitektur unik ini mencerminkan strategi dakwah Sunan Kudus yang menggabungkan unsur budaya lokal dalam penyebaran Islam.

Sejarah Pendirian dan Renovasi Masjid

Menurut Denny Nur Hakim, Humas Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, bangunan masjid awalnya tidak sebesar sekarang. Masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi, yakni pada tahun 1918-1919, 1927, dan terakhir pada tahun 1933.

"Pada tahun 1953, dilakukan perbaikan pada atap masjid, termasuk bagian saka dan mustaka," ujar Denny.

Sejarah pendirian masjid dapat dilihat dari prasasti batu bertuliskan huruf Arab yang terletak di atas mihrab. Prasasti ini mencatat empat poin utama:

  1. Nama masjid, yaitu Masjid Al-Aqsha, sebagaimana yang diberikan oleh Sunan Kudus.
  2. Nama wilayah, yaitu Al-Quds, yang kini dikenal sebagai Kudus.
  3. Tanggal pendirian, yakni 19 Rajab 956 Hijriah atau 23 Agustus 1549 Masehi.
  4. Pendiri masjid, yaitu Jafar Shadiq, yang lebih dikenal sebagai Sunan Kudus.

Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai apakah menara atau masjid yang lebih dulu dibangun, keduanya memiliki fungsi yang saling berkaitan dalam kegiatan peribadatan.

Kegiatan Ramadan di Masjid Menara Kudus

Memasuki bulan Ramadan, Masjid Menara Kudus semakin ramai dengan berbagai kegiatan keagamaan. Selain salat berjamaah, masjid ini juga menjadi pusat pengajian tafsir Al-Qur'an setelah subuh, serta kajian kitab Riyadlus Shalihin menjelang berbuka puasa.

"Setelah tarawih, ada darusan yang diikuti oleh jemaah dari berbagai daerah, tidak hanya warga Kudus saja," tambah Denny.

Strategi Dakwah Sunan Kudus

Sunan Kudus dikenal memiliki strategi dakwah yang bijaksana, dengan pendekatan budaya untuk menarik perhatian masyarakat yang saat itu masih banyak menganut kepercayaan Hindu dan Buddha.

"Sebelum kedatangan Sunan Kudus, mayoritas masyarakat di sini masih memeluk Hindu. Oleh karena itu, beliau menyesuaikan dakwahnya agar lebih mudah diterima," jelas Denny.

Pendekatan ini terlihat dari arsitektur menara yang menyerupai candi, mencerminkan akulturasi budaya dalam dakwah Islam. Selain itu, Sunan Kudus juga menggunakan wayang klitik, yakni wayang kayu yang mengeluarkan bunyi "klitik-klitik" saat dimainkan.

Tak hanya itu, Sunan Kudus juga menciptakan tembang Maskumambang dan Mijil, yang berisi ajaran-ajaran Islam dalam bentuk syair yang indah.

Salah satu bentuk toleransi Sunan Kudus yang masih diterapkan hingga kini adalah larangan menyembelih sapi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Hindu, yang menganggap sapi sebagai hewan suci.

"Hingga sekarang, masyarakat Kudus masih memegang prinsip ini, di sini jarang sekali ditemukan orang yang menyembelih sapi," pungkas Denny.

Keunikan Masjid Menara Kudus ini menjadikannya tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai simbol sejarah dan akulturasi budaya dalam perkembangan Islam di Jawa.(Red.AL)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved