Monday, April 21, 2025

AS Soroti Kebijakan QRIS, Pemerintah Indonesia Tanggapi Melalui Koordinasi dengan BI dan OJK

AS Soroti Kebijakan QRIS, Pemerintah Indonesia Tanggapi Melalui Koordinasi dengan BI dan OJK

 



Kediri, rakyatindonesia.com  – Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyoroti kebijakan pembayaran digital di Indonesia, khususnya implementasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang dinilai menimbulkan hambatan perdagangan. Hal tersebut tertuang dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) pada Senin, 31 Maret 2025.

Dalam laporan tersebut, USTR menilai kebijakan QRIS dan peraturan terkait sistem pembayaran digital di Indonesia kurang melibatkan pemangku kepentingan internasional, khususnya lembaga keuangan dan penyedia layanan pembayaran asal AS.

Stakeholder internasional tidak diberitahu potensi perubahan akibat kebijakan ini dan tidak diberi kesempatan untuk memberi pandangan terhadap sistem pembayaran tersebut,” tulis USTR dalam laporannya.

AS juga mengkritisi Peraturan Bank Indonesia (BI) No. 19/08/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), yang mewajibkan transaksi debit dan kredit ritel domestik diproses melalui lembaga switching berizin dan berbasis di Indonesia. Selain itu, disebutkan adanya pembatasan kepemilikan asing maksimal 20% bagi perusahaan yang ingin berpartisipasi dalam NPG (National Payment Gateway).

Peraturan tersebut dinilai menghambat penyedia layanan pembayaran lintas batas dan dinilai membatasi masuknya perusahaan asing, kecuali mereka mendukung pengembangan industri dalam negeri, termasuk melalui transfer teknologi.

Tak hanya itu, Peraturan BI No. 21/2019 tentang standar nasional QR Code, yakni QRIS, juga menjadi sorotan. AS menilai proses penyusunan kebijakan QRIS tidak melibatkan cukup masukan dari perusahaan asing yang berkepentingan.

Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merespons masukan dari pemerintah AS.

“Pemerintah tentu membuka ruang dialog dengan mitra internasional, namun tetap mengedepankan kedaulatan dalam merumuskan kebijakan nasional,” ujar Airlangga.

Hingga saat ini, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen dalam memperkuat sistem pembayaran digital nasional yang inklusif, aman, dan berdaulat melalui kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi dalam negeri.(RED.AL)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved