Soppeng, 20 April 2025, rakyatindonesia.com— Kawasan wisata alam Lejja di Kabupaten Soppeng kembali menjadi sorotan publik. Ramai di media sosial, warganet melontarkan kritik tajam terkait pengelolaan, fasilitas, dan pelayanan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lejja.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Lamataesso Mattappaa, Muhammad Jufri, angkat bicara. Melalui pernyataan resminya, ia menyampaikan apresiasi atas berbagai masukan, serta mengajak semua pihak untuk menjaga etika dalam menyampaikan kritik.
“Terima kasih banyak atas informasi dan masukannya. Akan kami jadikan sebagai bahan perbaikan ke depan,” ujar Jufri.
Dengan pendekatan yang bijak, Jufri menekankan bahwa kritik adalah bagian dari proses perbaikan yang sehat. Ia mengutip pepatah, “tak ada gading yang tak retak”, sebagai bentuk keterbukaan terhadap masukan masyarakat.
“Kami terbuka. Masukan dari siapa pun, in-syaa Allah menjadi energi korektif bagi kami,” tambahnya.
Namun demikian, Jufri mengingatkan pentingnya menjaga marwah Sulawesi Selatan dalam menyampaikan kritik. Ia menekankan bahwa TWA Lejja bukan sekadar tempat wisata, melainkan simbol budaya dan identitas masyarakat Sulsel.
“Lejja adalah wajah kita, marwah kita. Jangan robek baju di dada atau menepuk air di dulang. Kritik boleh, tapi jangan destruktif,” ucapnya, mengutip peribahasa Bugis yang sarat makna.
Sebagai bentuk keterbukaan, Jufri bahkan membuka saluran komunikasi langsung bagi masyarakat yang ingin menyampaikan saran maupun kritik secara santun.
“Silakan kirimkan masukan melalui WhatsApp ke +62 811-402-143. Kami siap mendengar,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Jufri menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan yang masih ada di lapangan.
“Kami sadar, sistem pengelolaan masih terus berproses. Mohon maaf atas khilaf kami. Doakan agar Lejja tetap lestari dan menjadi kebanggaan kita bersama,” pungkasnya.
Sebagai informasi, TWA Lejja merupakan kawasan wisata alam yang terkenal dengan sumber air panas alaminya. Kawasan ini dikelola melalui skema kemitraan antara pemerintah dan PT Lamataesso Mattappaa. Dalam era digital seperti sekarang, pengelolaan destinasi wisata pun tak lepas dari tekanan sosial melalui kanal media sosial — sebuah bentuk e-citizenship pressure yang semakin relevan dalam demokrasi partisipatif.(red.al)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram