Wednesday, April 9, 2025

Musim Tanam Kedua Dimulai, Petani Bojonegoro Harap Harga Gabah Stabil dan Pupuk Sesuai HET

Musim Tanam Kedua Dimulai, Petani Bojonegoro Harap Harga Gabah Stabil dan Pupuk Sesuai HET

 


BOJONEGORO,  rakyatindonesia.com – Memasuki awal bulan April, masyarakat petani di Kabupaten Bojonegoro, yang dikenal sebagai Kota Minyak, mulai memasuki musim tanam padi kedua. Sejak pagi buta, terlihat suasana yang hidup di pematang sawah, saat para petani dengan penuh semangat dan kebersamaan melakukan aktivitas tanam padi secara gotong royong.

Seperti yang terlihat di Desa Kedungbondo, Kecamatan Balen, sejumlah petani telah memulai aktivitas mereka sejak usai salat subuh. Dengan membawa peralatan tani, mereka berbondong-bondong menuju lahan persawahan yang masih dekat dengan permukiman warga. Bagi mereka, sawah bukan sekadar ladang usaha, tetapi juga ruang harapan dan sumber kehidupan.

Dari pantauan di lapangan, tampak aktivitas pertanian yang beragam: pembajakan tanah menggunakan traktor, penanaman bibit padi, hingga pemberian pupuk dan obat-obatan untuk menjaga pertumbuhan padi muda.

“Musim tanam kedua ini dimulai setelah panen pertama yang dilakukan menjelang Hari Raya Idulfitri kemarin,” ujar Ahmad, salah satu petani setempat, Rabu (9/4/2025).

Meskipun telah menyelesaikan panen pertama, sejumlah petani mengaku belum merasa puas lantaran harga gabah masih belum sesuai dengan harapan. Hingga saat ini, harga gabah kering panen masih berkisar antara Rp 5.300 hingga Rp 5.800 per kilogram, jauh dari target ideal Rp 6.500 seperti yang pernah dijanjikan oleh pemerintah.

“Kami sangat berharap ada perhatian dari pemerintah agar harga gabah bisa stabil di angka Rp 6.500 per kilogram, seperti yang pernah disampaikan sebelumnya,” ungkap Musa, petani lainnya.

Tak hanya soal harga jual, biaya produksi pertanian juga menjadi perhatian serius para petani, terutama menyangkut harga pupuk bersubsidi yang di lapangan masih dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Menurut pengakuan beberapa petani, pupuk jenis urea dan NPK Phonska harus mereka tebus dengan harga antara Rp 135.000 hingga Rp 150.000 per sak, yang tentunya sangat membebani petani kecil.

“Seharusnya harga pupuk subsidi tidak melebihi HET, karena jika terlalu mahal, kami sulit untuk menekan biaya produksi,” keluh Ain, petani asal Bojonegoro.

Para petani berharap pemerintah pusat maupun daerah segera menindaklanjuti masalah ini dengan kebijakan konkret, mengingat peran mereka sangat krusial dalam mendukung program ketahanan pangan nasional dan mewujudkan swasembada pangan, sebagaimana yang menjadi visi Presiden Prabowo Subianto.

Dengan semangat yang tak pernah padam, para petani Bojonegoro terus mengolah tanah dan menjaga tradisi bertani, sembari berharap ada keberpihakan nyata dari pemerintah demi masa depan pertanian Indonesia yang lebih sejahtera dan berdaulat.(Red.al)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved