Kediri, rakyatindonesia.com – Senin (20/5) menandai hari keenam keberadaan jemaah haji asal Kabupaten Kediri dan Nganjuk yang tergabung dalam kloter 45 dan 46 di Kota Madinah, Arab Saudi. Cuaca panas ekstrem menyelimuti kawasan tersebut dengan suhu mencapai 44 derajat Celsius. Suhu yang begitu tinggi membuat udara terasa menyengat di kulit, menuntut para jemaah untuk selalu menggunakan pelindung kepala seperti payung atau sorban saat menuju Masjid Nabawi.
Lebih memprihatinkan lagi, kelembaban udara tercatat hanya 5 persen, jauh di bawah rata-rata kelembaban udara di Indonesia yang berkisar di atas 50 persen. Udara kering ini memberikan dampak signifikan terhadap kondisi fisik para jemaah.
"Udara benar-benar kering, napas rasanya berat dan kulit mudah pecah-pecah. Makanya kita terus diingatkan untuk banyak minum dan pakai pelembab bibir maupun kulit," ujar Aminah, jemaah asal Nganjuk.
Di grup WhatsApp kloter 45, terlihat meningkatnya permintaan obat kepada tim kesehatan. Mulai dari obat flu, batuk, hingga keluhan nyeri sendi dan sakit gigi. “Saya minta obat sakit gigi dan asam urat,” ucap Abdurrahman, salah satu jemaah dari kloter 45.
Menanggapi hal ini, tim medis kloter harus bekerja ekstra keras. Tahun ini, jumlah tenaga kesehatan yang mendampingi jemaah mengalami pengurangan. Hanya tersedia satu dokter dan satu perawat untuk satu kloter, berbeda dengan tahun 2024 lalu yang mendapatkan satu dokter dan dua perawat.
“Dengan kondisi cuaca yang ekstrem seperti ini, kebutuhan obat meningkat. Tapi tenaga medisnya terbatas. Ini jadi tantangan besar bagi kami,” ungkap salah satu petugas kloter yang enggan disebut namanya.
Meski dihadapkan dengan cuaca panas dan kondisi fisik yang mulai menurun, para jemaah tetap bersemangat menjalankan arbain, yaitu salat wajib sebanyak 40 waktu secara berturut-turut di Masjid Nabawi. Di sela waktu salat, mereka juga menyempatkan diri untuk berziarah dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah di sekitar masjid.
Salah satu destinasi yang menarik perhatian adalah Perpustakaan Masjid Nabawi yang terletak di atap masjid. Sayangnya, tempat ini hanya bisa diakses oleh jemaah laki-laki. Di dalamnya, terdapat sekitar 180 ribu koleksi buku, manuskrip kuno, dan musaf yang dikelola secara modern. Fasilitas digital seperti komputer canggih juga tersedia untuk mengakses koleksi dalam berbagai bahasa, meski hingga saat ini belum ditemukan perangkat atau buku dengan bahasa Indonesia.
“Kami mencari buku berbahasa Indonesia tapi belum ketemu. Semua dalam bahasa Arab. Tapi tetap menarik, bisa melihat koleksi manuskrip langka dan musaf bersejarah di sini,” ujar salah satu jemaah.
Selain beribadah dan berkunjung, kemarin para jemaah juga mulai menerima kartu Nusuk yang menjadi syarat wajib untuk bisa masuk ke Makkah dan Masjidil Haram. Kartu ini dibagikan langsung oleh petugas syarikah dan harus diambil sendiri oleh masing-masing jemaah. Tidak diperkenankan untuk diwakilkan.
Namun proses pembagian ini sempat menimbulkan keresahan, terutama bagi jemaah lanjut usia atau mereka yang tidak terbiasa dengan penggunaan ponsel.
“Piye to Mas. Aku sik salat neng masjid kok dipanggil ambil Nusuk,” keluh Siti Maryam, jemaah asal Desa Puhsarang, Kecamatan Semen.
Pasalnya, petugas syarikah bisa datang sewaktu-waktu dan langsung meminta jemaah hadir untuk pengambilan kartu. Hal ini membuat jemaah merasa waswas, apalagi jika mereka sedang beribadah atau tidak mendapatkan informasi karena tidak memiliki gawai.
Meski demikian, semangat ibadah dan kebersamaan tetap menjadi penguat jemaah di tengah tantangan cuaca dan keterbatasan fasilitas. Dukungan sesama kloter serta bimbingan dari petugas menjadi kunci kelancaran kegiatan selama berada di tanah suci.(red.al)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram