Sidoarjo — Insiden ambruknya bangunan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, pekan lalu memunculkan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum. Menteri PU, Dody Hanggodo, menyoroti perbedaan kualitas bangunan pesantren di sejumlah daerah yang dinilai masih belum merata.
Menurut Dody, perbedaan biaya pembangunan serta pengawasan konstruksi sering kali menjadi penyebab utama kesenjangan mutu antar pesantren. Ia menilai perlunya standar khusus dalam pembangunan fasilitas pendidikan berbasis pesantren, terutama karena sebagian besar didanai secara mandiri oleh masyarakat.
“Beberapa pesantren besar memiliki standar bangunan yang kokoh karena mendapat dukungan pendanaan memadai, sementara sebagian lainnya masih menggunakan sistem swadaya yang berisiko pada kualitas struktur,” ujar awak media yang mengutip keterangan resmi Dody, Rabu (8/10).
Biaya Masuk dan Fasilitas Santri Al Khoziny
Pondok Pesantren Al Khoziny dikenal sebagai salah satu lembaga pendidikan agama di Sidoarjo yang menampung ratusan santri dari berbagai daerah. Berdasarkan data administrasi, biaya masuk bagi santri baru di Al Khoziny berkisar antara Rp3 juta hingga Rp4 juta, tergantung jenjang pendidikan yang diambil.
Biaya tersebut mencakup pendaftaran, uang asrama, serta kebutuhan dasar seperti perlengkapan tidur dan alat belajar. Selain itu, terdapat tambahan biaya pengadaan seragam dan atribut santri yang berkisar antara Rp20 ribu hingga Rp120 ribu, meliputi pakaian batik, baju putih, seragam olahraga, dan peci khas Al Khoziny.
Namun, kondisi bangunan yang sebagian besar dibangun secara bertahap dan menggunakan dana swadaya masyarakat membuat daya tahan gedung menjadi sorotan. Sejumlah pihak menilai bahwa perlu ada pendampingan teknis dari pemerintah agar fasilitas pesantren lebih aman dan layak huni.
Ponpes Tebuireng Dinilai Lebih Kokoh dan Terstandarisasi
Berbeda dengan Al Khoziny, Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang dikenal memiliki fasilitas yang lebih lengkap serta standar pembangunan yang tinggi. Pesantren yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari ini mengelola dana pendidikan yang lebih besar, baik dari biaya santri maupun dukungan lembaga mitra.
Biaya masuk di Tebuireng tercatat mulai dari Rp7 juta hingga Rp10 juta, tergantung unit pendidikan. Fasilitas asrama, ruang belajar, serta sarana kesehatan santri telah memenuhi standar keselamatan bangunan yang diawasi secara berkala oleh tenaga teknis profesional.
Perbandingan ini membuat publik menyoroti pentingnya standarisasi pembangunan pesantren di seluruh Indonesia, agar tidak ada lagi peristiwa ambruknya bangunan yang menelan korban santri.
“Pesantren harus menjadi tempat belajar yang aman dan layak, bukan justru menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua santri,” tambah Dody.
Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan pembangunan pesantren serta mendorong penyusunan regulasi teknis yang lebih ketat. Pemerintah daerah juga diimbau aktif membantu lembaga keagamaan dalam hal perizinan dan audit struktur bangunan sebelum digunakan.
(Red.FR)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram