Sabtu, 03 Februari 2024

Cerita Hasanah Pahit-Manis Berjualan Sate Jebred di Stasiun Cicalengka

 Cerita Hasanah Pahit-Manis Berjualan Sate Jebred di Stasiun Cicalengka

 


Bandung, rakyatindonesia.com - Kereta Commuter Line Bandung Raya relasi Padalarang-Cicalengka tiba di Stasiun Cicalengka, Kabupaten Bandung, Selasa (30/1/2024) petang. Ratusan penumpang, berduyun-duyun turun dari kereta dan menuju pintu keluar.


Saat penumpang sudah tiba di gerbang keluar, mereka akan disambut oleh pedagang makanan, salah satunya tahu Sumedang dan sate jebred.


"Sate jebred na, sate jebred, disatean," kata seorang pedagang wanita menawarkan sate kulit atau kerap disebut sate jebred kepada para penumpang yang keluar stasiun.


Sejumlah penumpang pun menghampiri. Pedagang tersebut dengan cekatan, melayani pembeli yang ingin mencicipi kelezatan sate jebred yang dijualnya. Usai bertransaksi, penjual sate jebred itu pun kembali menawarkan jualannya kepada penumpang lainnya.


Penjual sate jebred yang berjualan di pintu keluar Stasiun Cicalengka itu bernama Hasanah. kita juga berkesempatan mencicipi sate jebred yang dijual Hasanah. Hanya dengan uang Rp 5 ribu, kita dapat mencicipi 8 tusuk sate jebred yang dijualnya.


Rasa sate jebred yang dijualnya itu khas, kulitnya empuk dan tidak alot, serta tak berbau. Paling enak, sate jebred milik Hasanah dilumuri kelapa sangrai yang sudah dibumbui dengan bumbu gurih.


"Ini sate buatan sendiri," kata Hasanah



Sate jebred yang dijual Hasanah, diproduksi secara rumahan di rumahnya yang berada di Kampung Balong, Ciseke, Kecamatan Cicalengka.



Ibu tujuh anak yang kini sudah berumur 50 tahun itu mengaku, sudah berjualan sate jebred di Stasiun Cicalengka sejak tahun 90-an.


"Wah sudah lama, sejak punya anak satu, sudah lama banget, sekarang usia sudah 50 tahun, pas punya anak satu, sekarang sudah punya cucu tiga, ada tahun 90-an, anak paling gede juga umurnya 30-an," ungkap Hasanah.


Setiap harinya, Hasanah berangkat berjualan sekitar pukul 06.30 WIB dan pulang pukul 19.00 atau 20.00 WIB. Menurut Hasanah, sate jebred yang dijualnya dibuat dan dibantu oleh anaknya. Hasanah juga dibantu sang suami di mana suaminya berjualan secara keliling di Padalarang.



"Sate buatnya nggak bisa dadakan, hari ini jualannya, sorenya tuh sudah ditusukin dibantu sama anak, terus dikukus 2-3 jam, besok subuhnya ibu yang ngasih bumbu. Kalau jualan pulang jam 7 atau 8 malam nunggu si bapak pulang, saya pulang ke rumah dilanjutkan sama si bapak sampai jam setengah 10 atau kereta terakhir," tuturnya.



Hasanah menyebut, pahit dan manis berjualan sate jebred sudah dirasakannya. Bahkan sebelum berjualan sendiri seperti sekarang dia pernah memiliki pekerja yang berjulan sate jebred secara berkeliling.


"Dulu saya nggak jualan langsung, tapi bikin aja di rumah, sejak anak pertama meninggal saya jualan langsung. Dulu juga pernah punya pekerja, tapi uangnya banyak di luar, sekarang dijual sendiri saja, nggak ngebarangin orang lagi," jelasnya.


Seperti sekarang, Hasanah juga sedang dilanda cobaan di mana sate jebred yang dia jual sedang mengalami penurunan penjualan. "Sebelum kereta tabrakan, apalagi Sabtu-Minggu, jagonya itu hari itu, biasanya Minggu 2.000 tusuk, Sabtu-nya 1.200 tusuk, sejak kejadian, mau jual 500-700 tusuk juga susah," ujar Hasanah.


Meski demikian, Hasanah tetap bersyukur jika rezekinya terus mengalir, apalagi dia masih memiliki anak yang masih bersekolah di bangku SMP. "Uang yang di bawa ke rumah alhamdulillah ada, apalagi masih ada anak yang sekolah SMP," pungkasnya.(red.w)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved