Kediri, rakyatindonesia.com – Lautan manusia tampak selalu memadati arena sound horeg yang kian menjamur di berbagai wilayah. Dengan harga tiket murah, hanya Rp 10 ribu, pengunjung bisa menikmati hiburan bak diskotik, lengkap dengan disc jockey (DJ) dan penari latar. Tak heran, sound horeg kian digandrungi, terutama di kalangan masyarakat bawah.
Seperti yang terlihat di Dusun Ringinrejo, Desa/Kecamatan Grogol, Senin (11/11/2024). Belasan ribu orang tumplek blek dalam event battle sound yang digelar di area terbuka. Suara bass menggelegar dengan daya jangkau hingga 2,5 kilometer, disertai permainan cahaya warna-warni, menyulap tempat itu bak klub malam raksasa.
“Ini (sound horeg) jadi ladang rezeki,” ucap Sya (18), penari latar asal Kepung yang mengaku bisa mendapatkan Rp 500 ribu–Rp 700 ribu per event, belum termasuk saweran yang bisa mencapai Rp 400 ribu.
Di sisi lain, penonton seperti Gus, warga Tarokan, menganggap sound horeg sebagai alternatif diskotik dengan harga terjangkau. “Lebih segar, lebih murah, sensasinya seperti di klub,” katanya.
Klub Malam Rakyat Kecil?
Pengamat sosial Ahmad Zahid dari UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung menyebut fenomena sound horeg sebagai bentuk hiburan kelas bawah yang mirip klub malam.
“Sensasinya sama, tapi dengan biaya murah. Makanya sangat diminati,” ujar alumnus UNS itu.
Uniknya, banyak pengunjung justru menikmati getaran keras dari sound. Bahkan ada yang sengaja berdiri tepat di bawah speaker. “Secara psikologis, alasannya masih terus kami pelajari,” tandasnya.
Namun, popularitas sound horeg tidak lepas dari kontroversi. Apalagi setelah Ponpes Besuk, Pasuruan, mengeluarkan fatwa haram terhadap event tersebut. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur pun menyusul dengan fatwa haram, Sabtu (12/11), terutama untuk:
Penggunaan sound dengan volume melebihi batas wajar.
Joget campur pria-wanita yang membuka aurat.
Acara yang menyebabkan gangguan kesehatan atau fasilitas umum.
Kegiatan sound horeg yang dilokalisasi maupun diarak keliling dengan unsur hiburan tak berfaedah termasuk dalam kategori diharamkan. Namun, penggunaan sound dalam batas wajar untuk acara pengajian, salawatan, hajatan, dan kegiatan positif tetap diperbolehkan.
Pengusaha Sound Minta Bijak
Heri Setiawan, pengusaha sound asal Ngancar, menyambut baik fatwa yang melarang praktik menyimpang dari sound horeg. Tapi ia keberatan jika istilah ‘sound horeg’ langsung divonis haram.
“Kami hanya penyedia jasa. Sound juga dipakai untuk pengajian dan acara baik lainnya. Jangan semua digebyah uyah,” tegas pemilik Bregos Audio itu.
Menurutnya, yang perlu dikritisi bukan alatnya, tapi konten acaranya: joget erotis, miras, dan pelanggaran norma lain.
Heri juga mengungkapkan bahwa UMKM di sekitar lokasi sound horeg ikut merasakan dampaknya secara ekonomi. Maka dari itu, ia mendukung langkah Pemkab Kediri yang tengah menggodok Surat Kesepakatan Bersama (SKB) terkait pengaturan sound horeg.
“Yang belum clear itu soal jumlah subwoofer dan tempat operasionalnya,” ungkap Heri.
Ia berharap SKB ini bisa menjadi jalan tengah, bagi mereka yang mendukung maupun menolak, agar penggunaan sound horeg tetap terkendali dan tidak menyimpang dari norma serta hukum yang berlaku. (RED.A)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram