Bandung, rakyatindonesia.com – Kasus korupsi di Indonesia masih belum bisa dihentikan. Kasus demi kasus pun mencuat. Lantas, apa penyebabnya?
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pasundan Anthon F. Susanto, lemahnya etik dan moral penegak hukum jadi penyebab pemberantasan korupsi di Indonesia sulit ditegakkan.
"Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas karena sistem penegakan hukum saat ini pondasinya masih berbasis nalar barat. Yang artinya belum dengan nalar Indonesia," ujar Anthin usai menyampaikan orasi ilmiah berjudul Kosmologi Religius Ilmu hukum Indonesia dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Unpas Fakultas Hukum, di Aula Kampus Tamansari Unpas, Jalan Tamansari, Bandung, Sabtu (21/10/2023).
Menurutnya, pemberantasan korupsi bukan hanya konsep sistem peradilan modern, namun juga harus dikembangkan nilai etis, moralitas, keagamaan, sebagai fondasi.
"Apalagi penegak hukum kita yang dinilai masih bisa dibeli jadi menjadi masalah, pondasi moralitas dan etika penegak hukum yang menjadi masalah. Ini yang harus dikedepankan. Jadi ketika moralitas dan etika penegak hukum kita kuat, maka menjadi pondasi kuat, insya Allah penegakan hukum dan korupsi akan berjalan dengan sangat baik," terangnya.
Menurutnya tantangan itu semakin berat di saat memasuki era yang luar biasa di era globalisasi. "Saat ini kita serba cepat akhirnya kita memasuki era radikal dengan bahkan kebenaran mulai dipertanyakan banyak orang. Ketika hoaks merajalela dan informasi tak lagi terbendung," Paparnya.
Meski begitu, ia tetap optimistis dengan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Perlu ada kearifan lokal yang disematkan di dalamnya.
"Ada perpaduan logika dan rasa dalam memahami hukum di Indonesia. Dan itu melalui kearifan lokal hukum Indonesia yang sudah dikembangkan oleh Paguyuban Pasundan dan Unpas yakni mengembangkan konsep kosmologi ilmu hukum yakni agama, ilmu pengetahuan dan negara dan itu ada dalam pengkuh agamanya luhung elmu jembar budaya yang teraktualisaaikan sebagai bentuk nyantri, nyunda, nyakola yang menggambarkan kecerdasan spritiual dan Intelektual dan emosional, " Jelas Dekan Fakultas Hukum Unpas ini.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama Unpas juga melantik Guri Besar Fakultas Pangan Yudi Garnida. Unpas pun kini tercatat sebagai PTS di wilayah Jabar dan Banten dengan jumlah Guru Besar terbanyak yakni 41 orang.
"Dengan penambahan dua guru besar di Unpas, berarti ada peningkatan SDM Guru Besar kami, dan insya Allah, tidak lama lagi akan ada empat calon yang tinggal menunggu SK. Dengan penambahan dua guru besar, total guru besar di Unpas berjumlah 41 orang," tutur Rektor Unpas Eddy Jusuf.
Ia menuturkan saat ini menjadi guru besar bukan perkara mudah. Sebab ada tantangan yang harus dilalui.
"Tantangan terberat yakni harus menulis di jurnal bereputasi seperti scopus, sedangkan kita tahu jika provider terindeks tersebut menerima naskah dari seluruh dunia. Sehingga antrean bisa terjadi dan tentu lama, selain itu biayanya juga memang cukup besar," jelas Prof Eddy.
Meski demikian, hadirnya dua guru besar baru di Unpas menjadi motivasi bagi semua dosen yang saat ini sudah menjadi lektor kepala agar segera menjadi guru besar.
"Memperoleh guru besar bukan berorientasi pada materi, namun guru besar adalah rohnya dosen, untuk Memperoleh guru besar tanpa ada kesabaran dan kerja keras tidak mungkin seorang dosen bisa mencapai jabatan fungsional tertinggi yakni Guru Besar," pungkas Eddy.(red.IY)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram