Kediri, rakyatindonesia.com – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam dunia pendidikan kembali mencuat, kali ini terjadi di SMKN 1 Plosoklaten, Kabupaten Kediri. Fenomena ini seakan menjadi tradisi tahunan yang terus berulang, di mana para wali murid dibebankan sejumlah biaya di luar ketentuan resmi dengan berbagai dalih, mulai dari sumbangan hingga kesepakatan komite sekolah. Modus ini seolah memberikan legalitas terselubung terhadap praktik pungli yang merugikan orang tua siswa.
Dalam kondisi ekonomi masyarakat yang semakin terhimpit, pihak sekolah justru tidak memberikan kelonggaran kepada wali murid. Berbagai pungutan yang dibebankan, termasuk pembelian seragam dengan harga mencapai jutaan rupiah, hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Padahal, praktik ini jelas bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Larangan terhadap pungutan liar di sekolah telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), yang menegaskan bahwa sekolah negeri dilarang menarik biaya tambahan dalam bentuk apa pun dalam proses penerimaan siswa baru.
Selain itu, sesuai dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012, apabila pihak sekolah meminta sejumlah biaya yang tidak jelas, maka tindakan tersebut sudah termasuk kategori pungutan liar. Bahkan, dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, ditegaskan bahwa Komite Sekolah, baik secara individu maupun kolektif, tidak diperbolehkan melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya. Komite hanya boleh melakukan penggalangan dana yang bersifat sumbangan sukarela, bukan pungutan dengan jumlah yang telah ditentukan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari beberapa wali murid yang enggan disebutkan namanya, mereka mengungkapkan bahwa pihak sekolah melalui komite mewajibkan pembayaran dengan jumlah yang cukup fantastis. Saat itu, para orang tua dikumpulkan oleh komite sekolah dan diberitahu mengenai biaya yang harus disiapkan. Total pungutan mencapai Rp3 juta dengan rincian Rp500.000 untuk pembangunan masjid, Rp1.000.000 untuk komite sekolah dengan penggunaan yang tidak jelas, serta Rp1.500.000 untuk biaya seragam. Semua pembayaran memiliki bukti transfer, kecuali untuk pembelian seragam.
Pungutan-pungutan ini jelas membebani orang tua siswa dan bertentangan dengan prinsip pendidikan yang seharusnya memberikan akses belajar yang inklusif bagi semua kalangan.
Fenomena ini semakin mencurigakan ketika awak media mencoba mengonfirmasi Kepala SMKN 1 Plosoklaten, Hadi Sugiharto, M.Pd, melalui sambungan telepon dan WhatsApp. Namun, upaya konfirmasi tersebut tidak mendapatkan respons sama sekali. Sikap Kepala Sekolah yang enggan memberikan keterangan ini memunculkan dugaan bahwa ia mengetahui bahkan ikut terlibat dalam praktik pungli bersama komite sekolah.
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas Wilayah Kediri, Adi Prayitno, ketika dikonfirmasi terkait permasalahan ini, menyatakan, "............." (Menunggu tanggapan resmi). Dari keterangannya, muncul dugaan bahwa pihak Cabang Dinas juga mengetahui adanya pungutan yang terjadi di SMKN 1 Plosoklaten.
Praktik pungutan liar di dunia pendidikan tidak hanya bertentangan dengan peraturan kementerian, tetapi juga melanggar hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pihak yang terbukti melakukan pungli dapat dikenakan sanksi pidana. Selain itu, sesuai dengan Pasal 423 KUHP, pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu dapat dikenakan hukuman pidana.
Masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap praktik pungli di lingkungan sekolah dan tidak segan melaporkan ke pihak berwenang. Pendidikan seharusnya menjadi sarana pembentukan karakter dan keilmuan bagi generasi muda, bukan ajang bisnis bagi oknum yang tidak bertanggung jawab.(Red.VN)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram