Monday, April 21, 2025

Fenomena Dua Wajah di Instagram: Estetika vs Autentik, Kenapa Banyak yang Punya Akun Ganda?

Fenomena Dua Wajah di Instagram: Estetika vs Autentik, Kenapa Banyak yang Punya Akun Ganda?

  


Kediri, rakyatindonesia.com  – Pernah kepo akun Instagram teman terus nemu ada versi "asli"-nya yang beda banget dari akun utama? Satu tampak rapi, penuh estetika dan vibes liburan, sementara satunya lagi isinya meme receh, story jam 3 pagi, dan keluh-kesah hidup yang kadang absurd. Fenomena ini makin banyak ditemukan, terutama di kalangan anak muda. Tapi kenapa, sih, orang-orang sekarang memilih punya dua akun sekaligus?

Mari kita ulik lebih dalam alasan di balik munculnya dua persona dalam satu platform.

Akun Publik untuk Tampil, Akun Kedua untuk Jadi Diri Sendiri

Banyak pengguna Instagram membagi peran dua akun ini dengan sangat jelas. Akun utama biasanya dibuat untuk "showcase": memamerkan momen terbaik, potret yang sudah dipoles, dan highlight hidup yang ingin dibagikan ke khalayak. Sementara itu, akun kedua—yang sering disebut finsta (fake Instagram)—lebih bersifat personal, bahkan tertutup.

Di akun ini, pengguna bebas berekspresi tanpa memikirkan estetika, tanpa takut dihakimi, dan tanpa harus terlihat sempurna. Mau curhat soal skripsi, upload selfie ngantuk, atau share galau tengah malam? Gas aja.

Audiens Beda, Isi Pun Beda

Salah satu alasan terbesar kenapa seseorang membuat akun ganda adalah perbedaan audiens. Akun utama mungkin diikuti oleh keluarga, rekan kerja, atau bahkan mantan. Maka kontennya pun dijaga. Sedangkan akun satunya hanya dibuka untuk sahabat dekat atau orang-orang terpilih yang benar-benar mengenal sisi aslinya.

Dengan pembagian ini, mereka bisa lebih leluasa berekspresi sesuai konteks. Kadang kita butuh ruang aman buat jadi diri sendiri—dan akun kedua jadi jawabannya.

Ruang Aman untuk Curhat dan Lepas Topeng

Tidak semua orang nyaman membuka sisi emosionalnya di akun utama. Akun kedua menjadi tempat pelarian digital: tempat curhat, healing, atau sekadar nulis caption panjang yang terlalu “deep” buat publik. Di situ, tak ada tekanan untuk tampil sempurna. Yang ada hanya kenyamanan untuk jujur.

Bahkan ada yang bilang, akun kedua adalah “jurnal online” mereka—tempat semua isi kepala bisa ditumpahkan.

Uji Coba dan Personal Branding

Untuk mereka yang berkecimpung di dunia konten atau bekerja secara freelance, akun utama biasanya difungsikan untuk menjaga citra profesional. Sementara akun kedua jadi wadah untuk eksplorasi: mencoba filter baru, main gaya feed, atau nge-post tanpa takut algoritma rusak.

Banyak juga yang pakai akun kedua sebagai “laboratorium konten” sebelum unggahan masuk ke feed utama. Bisa dibilang, akun kedua itu seperti ruang latihan.

Lelah Jadi Sempurna: Media Sosial dan Kebutuhan Rehat

Tekanan untuk selalu tampil keren, bahagia, dan produktif di media sosial kadang bikin lelah. Inilah yang disebut social media fatigue. Akun kedua hadir sebagai pelampiasan: tempat di mana ekspektasi bisa ditinggalkan, dan kita cukup menjadi manusia biasa—tanpa topeng digital.

Normal Nggak, Sih?

Jawabannya: sangat normal. Justru ini jadi bukti bahwa media sosial bukan lagi sekadar ajang pamer, tapi juga bagian dari identitas digital kita yang kompleks. Punya dua akun bukan berarti munafik—tapi bentuk adaptasi dan cara untuk tetap waras di tengah tuntutan dunia maya.

Karena pada akhirnya, kita semua punya dua sisi: yang ditunjukkan ke dunia, dan yang disimpan untuk diri sendiri dan orang terdekat. Dan di era sekarang, keduanya valid dan penting.(RED.AL)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved