Friday, May 9, 2025

Menteri Abdul Mu’ti Soroti Generasi Stroberi dan Dorong Pendidikan Inklusif di Denpasar Education Festival

Menteri Abdul Mu’ti Soroti Generasi Stroberi dan Dorong Pendidikan Inklusif di Denpasar Education Festival

  


Denpasar,rakyatindonesia.com  – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengangkat isu penting mengenai kemunculan generasi stroberi di Indonesia dalam pidatonya pada Denpasar Education Festival yang berlangsung di Dharma Negara Alaya, Denpasar, Kamis (8/5/2025).

Istilah generasi stroberi digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang tampak kreatif dan menarik dari luar, tetapi mudah rapuh secara mental dan tidak tahan menghadapi tekanan kehidupan. "Mereka ini generasi yang sangat lemah secara mental, tidak memiliki daya tahan yang cukup kuat," tegas Abdul Mu’ti di hadapan peserta festival pendidikan.

Fenomena Generasi Stroberi dan Barcode

Mu’ti tidak hanya menyoroti generasi stroberi, tapi juga menyebut munculnya generasi barcode di beberapa kota besar. Generasi ini disebut memiliki kerentanan psikologis tinggi, bahkan cenderung melukai diri sendiri saat menghadapi tekanan kecil dalam hidup.

“Mereka mengalami guncangan psikologis yang tidak bisa kita bayangkan responsnya seperti apa. Ini harus menjadi perhatian serius semua pihak,” ungkap Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah tersebut.

Menurutnya, perubahan zaman turut memperlebar kesenjangan antargenerasi, terutama antara pola pikir orang tua dan anak. “Banyak orang tua masih bertahan pada pola lama, sementara anak-anak sudah hidup dalam cara dan nilai yang sama sekali berbeda,” tambah Mu’ti.

Pendidikan Perlu Perkuat Mental dan Karakter

Sebagai solusi, Mu’ti menegaskan pentingnya sistem pendidikan yang tidak hanya mengedepankan akademik, tetapi juga mengembangkan daya tahan mental, spiritual, dan karakter moral siswa.

"Anak-anak kita harus punya kekuatan dari dalam, yang mencakup kekuatan jasmani, intelektual, spiritual, dan moral. Jika itu tercapai, mereka akan lebih tangguh menghadapi tantangan zaman,” jelasnya.

Mu’ti menambahkan, pendidikan tidak boleh hanya berfokus pada capaian akademis, tetapi harus menyentuh aspek pembentukan karakter dan kemampuan beradaptasi, agar generasi muda tidak tumbuh menjadi generasi yang rentan terhadap tekanan hidup.

Dorong Pendidikan Inklusif dan Kesetaraan Hak

Dalam kesempatan tersebut, Abdul Mu’ti juga menyinggung isu pendidikan inklusif yang menyangkut hak anak-anak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang setara di sekolah umum.

“Namun kenyataannya, belum semua satuan pendidikan siap. Masih ada tantangan, baik dari sisi sumber daya pengajar maupun dari segi budaya masyarakat,” jelasnya.

Menurut Mu’ti, dua hambatan utama dalam penerapan pendidikan inklusif adalah:

  1. Kesiapan satuan pendidikan, termasuk kurangnya guru khusus dan kebutuhan anggaran tambahan.

  2. Kendala kultural, di mana belum semua orang tua merasa siap anaknya belajar bersama anak-anak berkebutuhan khusus.

Dia menekankan perlunya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan inklusif sebagai bagian dari pembangunan peradaban yang menghargai keberagaman.

“Pendidikan inklusif bukan hanya soal fasilitas, tetapi soal membangun nilai-nilai penerimaan dan empati terhadap sesama,” kata Mu’ti.

Peran Pemerintah Daerah dalam Implementasi

Abdul Mu’ti juga menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah, terutama karena pengelolaan pendidikan inklusif menjadi bagian dari kewenangan pemerintah provinsi. Ia berharap pemda dapat memperluas implementasi sekolah inklusif, termasuk mendukung keberadaan sekolah luar biasa (SLB) dengan pendekatan kolaboratif.

“Semua pihak harus bersinergi agar tidak ada anak yang tertinggal dari hak pendidikannya,” pungkasnya.(RED.A)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved