Rabu, 22 November 2023

Dituntut Seumur Hidup, Terdakwa Kasus Pabrik Ekstasi Semarang Ngaku Korban TPPO

 Dituntut Seumur Hidup, Terdakwa Kasus Pabrik Ekstasi Semarang Ngaku Korban TPPO

 

Semarang, rakyatindonesia.com –  Terdakwa kasus narkoba terkait rumah pabrik ekstasi di Semarang, Aldina Rahmat Danny atau ARD (24) dituntut jaksa dengan hukuman penjara seumur hidup. Kuasa hukum Aldina, Nasrul Saftiar Dongoran justru berharap kliennya dianggap sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).


"Kenapa dia menjadi korban tindak pidana perdagangan orang, karena beberapa aspek dalam tindak pidana perdagangan orang itu terpenuhi. Salah satunya adalah korban ditipu, korban diancam, kemudian korban dieksploitasi bahkan korban tidak diupah, hanya mendapat makan selama di rumah yang di Jalan Palebon," kata Nasrul kepada awak media di Pengadilan Negeri Semarang, Jalan Siliwangi, Selasa (21/11/2023).

Nasrul bercerita bahwa kejadian itu bermula pada 19 Mei 2023, saat Aldina pergi ke Semarang karena diajak kawannya yang juga terdakwa berinisial MR untuk bekerja. Aldina yang baru di-PHK dari tempat kerjanya tanpa pikir panjang langsung bersedia atas ajakan tersebut.

"Sekitar bulan Mei diajak oleh temannya untuk bekerja di Kota Semarang dengan jenis pekerjaan menjaga rumah dan bersih-bersih rumah," ujarnya.

Di rumah itu, ternyata ARD dan MR diminta oleh seseorang yang dipanggil Kapten untuk meracik bahan-bahan kimia yang belakangan diketahui merupakan narkotika. Kapten memberi instruksi dan mengawasi keduanya dari jauh.

"Eksploitasi yang terjadi adalah ARD dipaksa untuk memasukkan barang ke dalam kapsul yang informasinya dari kapten adalah barang tersebut merupakan obat herbal," lanjutnya.

Kapten juga mengawasi keduanya melalui CCTV dan berkomunikasi dengan MR melalui telepon. Keduanya mengaku tak diperkenankan keluar rumah secara bersamaan.

Nasrul menyebut kliennya tak berani melapor karena merasa di bawah ancaman. Dia mengatakan Kapten kerap mengancam dan mengatakan bahwa ada orang suruhannya yang lain yang berada di sekitar rumah pabrik ekstasi tersebut.

"Kapten ini mengawasinya selain kamera dia berkomunikasi by phone untuk menyampaikan perintah dan larangannya bahkan dia sebut ancaman 'jangan macam-macam saya bisa mengawasi kalian dan orang saya ada di situ'," tambahnya.

Hal itu juga diperkuat dengan keterangan saksi dari kepolisian di persidangan. Nasrul mengatakan ada dua polisi yang bersaksi bahwa Aldina dan Nasrul di bawah ancaman.

"Dua saksi penangkap dari Bareskrim Mabes Polri menyatakan bahwa ARD ini adalah orang yang kemudian dipaksa diperintah oleh Kapten," kata Nasrul.

Baik Aldina dan MR ditangkap di rumah tersebut pada 1 Juni 2023 lalu. Keduanya tengah menjalani persidangan di PN Semarang dengan nomor perkara 451/pid.sus/2023/ PN Semarang.

Nasrul menyebut kedua terdakwa dituntut oleh jaksa dengan hukuman seumur hidup dan hingga kini Kapten yang merupakan otak pelaku belum diketahui keberadaannya.

"Jadi permintaan kami adalah ARD harus dibebaskan dia adalah korban TPPO. Negara harus melindungi, pengadilan juga harus memberi keadilan yang terpenting adalah penegak hukum bersama ARD mengungkap pelaku yang sesungguhnya," jelasnya.

Jaksa Yakin Aldina Bersalah
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara itu, Margono yakin bahwa keduanya bersalah. Dia juga meminta hakim memberi hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup.

"Kemarin dua minggu lalu kita, sidang yang lalu kita tuntut seumur hidup," ujarnya.

Margono menganggap kedua terdakwa tak mematuhi program pemerintah untuk memberantas narkoba. Barang bukti yang didapat di rumah produksi ekstasi tersebut juga seberat 15,5 kilogram.

"Pertimbangannya karena perbuatan para terdakwa ini kan sudah tidak mengindahkan program pemerintah pemberantasan narkoba kemudian barang buktinya sendiri juga kurang lebih 15,5 kg," lanjutnya.

Dia juga tak yakin bahwa ARD berada dalam tekanan. Sebab, tak pernah ada upaya perlawanan dari keduanya untuk melarikan diri atau melapor.

"Berita acara semua ditandatangani tanpa tekanan dan juga kondisi terdakwa selama tiga minggu itu kalau dibilang di bawah tekanan kan mereka kalau mau melarikan diri juga bisa kan itu nggak ada penjaga. Kecuali mereka berusaha melarikan diri kemudian tertangkap diintimidasi, disuruh masuk lagi, itu nggak pernah ada usaha melarikan diri," jelasnya.

Terungkapnya Pabrik Ekstasi di Semarang
Sebelumnya, polisi mengungkap bahwa ada sebuah rumah di Palebon yang dijadikan pabrik narkoba. MR dan ARD dijadikan tersangka dalam kasus itu.

Kepada polisi, keduanya mengaku dikenalkan dengan si otak pelaku oleh teman mereka di Jakarta. Kemudian, MR dan ARD bertemu dengan otak pelaku di Simpang Lima Semarang pada 19 Mei.

"Katanya butuh pekerjaan, makanya dikenalkan dengan aktor yang ada di Semarang. Saya belum bisa mengatakan sosok orang itu apakah orang Semarang, asli Semarang, dan seterusnya. Menurut pengakuan mereka, ketemu dengan aktor tadi juga baru sekali di Simpang Lima karena diundang ke sana," ujar Wakapolda Jateng Brigjen Abiyoso Seno Aji pada Jumat (2/6). (red.IY)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved